RSS

Hukum Laut – Pengaturan Mengenai Landas Kontinen suatu Negara

11 Aug

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Laut merupakan sumber kehidupan di dunia. Laut membentuk iklim, sumber makanan bagi dunia, dan membersihkan udara yang kita hirup. Laut sangat vital bagi kehidupan ekonomi, dan menjadi tempat transportasi kurang lebih 90% perdagangan global, tempat meletakkan kabel bawah laut, dan menyediakan sepertiga sumber hidrokarbon tradisional juga energi terbarukan seperti ombak, angin dan energi pasang-surut.

Mengenai landas kontinen sendiri, perkembangan hukum yang penting baru terjadi dengan ditandatanganinya perjanjian antara Inggris dan Venezuela pada tahun 1942 untuk menentukan garis batas daerah dasar laut masing-masing di Teluk Paria guna memungkinkan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam minyak di teluk tersebut. Perkembangan penting konsep landas kontinen dalam hukum laut adalah dikeluarkannnya Proklamasi Presiden Truman tanggal 28 September 1945, yang merupakan proklamasi pertama mengenai landas kontinen. Proklamasi Truman tentang landas kontinen tersebut mengguncang dunia pada waktu itu, terutama dunia hukum internasional. Mengingat telah adanya praktik-praktik negara sebelumnya yang juga berusaha menanamkan hak penguasaan yang serupa atas sumber daya alam yang terdapat dalam dasar laut dan tanah bawah laut yang berbatasan dengan pantainya, tidaklah mengherankan bahwa tindakan Amerika Serikat itu diikuti olehe negara-negara lain. Negara pertama yang mengikut contoh Amerika Serikat adalah Meksiko yang disusul tahun berikutnya oleh Panama dan Argentina yang dalam Deklarasi tanggal 9 Oktober 1946 menyatakan kedaulatan atas “The epicontinental sea and the continental shelf”, kemudian menyusul Deklarasi Chili, Peru, dan Kosta Rika yang jangkauannya lebih jauh lagi karena mengklaim kedaulatan atas landas kontinen dan laut yang berbatasan dengan pantainya hingga jarak 200 mil dari pantai. Deklarasi-deklarasi tersebut diikuti oleh negara-negara lain di luar benua Amerika seperti Inggris, Saudi Arabia, Emirat-emirat Arab, Pakistan, dan Filipina.[1]

Dalam perkembangan selanjutnya, kaidah tersebut kemudian diteguhkan dalam Konvensi Hukum Laut Jenewa IV tahun 1958 tentang Landas Kontinen. Namun kententuan Pasal 1 Konvensi Jenewa IV 1958 menyatakan bahwa hak negara pantai atas landas kontinen berlaku hingga kedalaman 200 meter di bawah permukaan laut atau hingga jarak yang masih bisa dieksploitasi (exploitability). Definisi ini tentu saja tidak memberikan ukuran definitif terhadap kawasan dasar laut yang menjadi hak suatu negara pantai. Dengan kata lain, hak atas landas kontinen tergantung dari kemampuan suatu negara untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang terdapat di dalamnya. Semakin maju teknologi suatu negara, maka semakin luas pula dasar laut yang bisa dikuasai dan dikelolanya.

Persoalan diatas mengakibatkan ketidakjelasan mengenai garis batas terluar landas kontinen yang berhubungan dengan kawasan dasar laut samudra dalam dan status hukum kawasan dan sumber daya alamya. Masalah ini perlu diselesaikan, karena kemajuan teknologi penambahan dasar laut samudra dalam telah memungkinkan penggalian sumber daya alam mineral di luar batas landas kontinen suatu negara. Teknologi penambangan dasar laut samudra dalam hanya dikuasai oleh negara-negara industri maju, maka rezim landas kontinen yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut Jenewa IV 1958, khususnya yang menyangkut definisi batas terluar dari landas kontinen hanya menguntungkan kepentingan negara-negara industru maju. Penggunaan teknologi penambangan yang belum diatur menimbulkan masalah baru mengenai status hukum kawasan dasar laut internasional dan siapa yang berwenang mengatur dan mengelola kegiatan penambangan sumber daya alam mineral di kawasan tersebut. Bersamaan dengan itu, dunia juga mengalami perubahan peta bumi politik dengan merdekanya banyak negara di Benua Afrika, yang menginginkan adanya perubahan dalam tata hukum laut internasional. Faktor ini telah mendorong masyarakat internasional untuk meninjau kembali ketentuan Konvensi Hukum Laut Jenewa IV 1958 mengenai landas kontinen. Keingingan negara-negara berkembang yang baru merdeka tersebut sangatlah wajar, mengingat ketentuan Konvensi Hukum Laut Jenewa IV 1958 mengenai garis batas kontinen tidak memenuhi rasa keadilan dan aspirasi seluruh masyarakt internasional.

Sehubungan dengan itu, delegasi Malta dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tahun 1967 mengungkapkan bahwa kemajuan teknologi penambangan dasar laut samudra sangat pesat perkembangannya, sedangkan perangkat hukum yang mengaturnya sudah ketinggalan jauh. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan sengketa tuntutan yurisdiksi nasioanal terhadap kawasan dasar laut samudra dalam, sehingga masyarakat internasional perlu megambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah ini. Kawasan dasar laut di luar kedalaman 200 meter dapt menjadi sasaran eksplorasi dan eksploitasi negara-negara maju untuk kepentingan ekonominya. Oleh karena itu, delegasi Malta mengusulkan kepada Majelis Umum PBB agar sumber daya alam mineral yang terkandung dikawasan dasar laut samudra dalam diluar batas landas kontinen suatu negara ditetapkan sebagai warisan bersama umat manusia dengan mempercayakan pengelolaannya kepada suatu organisasi internasional yang akan dibentuk. Dalam perkembangan selanjutnya, usulan delegasi Malta yang mendapat dukungan dari negara-negara berkembang telah mendorong lahirnya Resolusi Majelis Umum PBB No.2749 (XXV) tahun 1970 yang menjadi dasar hukum diselenggarakannya konferensi Hukum Laut III. Konvensi Hukum Laut 1982 yang ditandatangani pada tanggal 10 Desember 1982 dan mulai berlaku tanggal 16 November 1994 memuat pengaturan rezim landas kontinen dalam Bab VI.[2]

Berdasarkan uraian-uraian tentang perkembangan Landas Kontinen, maka saya tertarik untuk membuat beberapa rumusan-rumusan masalah, yaitu:

Rumusan Masalah

  1. Bagaimana ketentuan Landas Kontinen menurut Konvensi Hukum Laut PBB 1982 serta perbandingannya dengan Konvesi Hukum Laut Jenewa IV 1958?
  1. Bagaimana Penetapan Batas Landas Kontinen menurut Konvensi Hukum Laut Jenewa IV 1958, Konvensi Hukum Laut PBB 1982, serta Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia?
  1. Bagaimana Hak, Yurisdiksi, dan Kewajiban Negara Pantai serta kebebasan Negara lain pada Landas Kontinen menurut Konvensi Hukum Laut PBB 1982?

BAB II

PEMBAHASAN

LANDAS KONTINEN MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT PBB 1982

 Pasal 76 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan batasan Landas Kontinen sebagai berikut:

”Landas kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.”[3]

Jika dibandingkan dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958, perumusan yang terdapat dalam pasal 76 Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut di atas memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dengan memberikan kepastian batas terluar landas kontinen. Demikian juga pengertian landas kontinen selain mencakup pengertian yuridis juga mencakup pengertian geologis yang merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen itu sendiri. Perumusan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982, selain merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen yang dapat dianggap sebagai perkembangan hukum laut masa kini, perumusan tersebut dapat menimbulkan kekaburan atau ketidak jelasan dalam menafsirkan pengertian “continental shelf”. Hal ini bias dilihat dari alternatif-alternatif yang digunakan untuk menentukan batas terluar landas kontinen sampai pinggiran luar tepian kontinen atau melampaui batas itu, sesungguhnya cara pengukuran ini sudah jauh meninggalkan pengertian “continental shelf” dalam arti geologis semata-mata.

Alternatif penentuan batas terluar dari landas kontinen yang dinyatakan dalam Konvensi Hukum Laut 1982 adalah sebagai berikut:

  1. Didasarkan pada titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan (sedimentary rock) paling sedikit sebesar 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki lereng kontinen.
  2. Jarak 60 mil laut dari kaki lereng kontinen.
  3. Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dimana batas teritorial diukur.
  4. Batas terluar dari Landas Kontinen tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m.[4]

PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN

Untuk menetapkan landas kontinen suatu negara tidaklah mudah, untuk menetapkan batasnya. Hal ini disebabkan karena keadaan landas kontinen di masing-masing negara tidak ada yang sama “keadaannya” di samping adanya perbedaan cara pandang masing-masing negara terhadap landas kontinennya. Ini tentunya mengakibatkan munculnya sengketa bagi negara-negara tersebut dalam hal untuk menentukan batas landas kontinennya tersebut. Selain itu, tidak tegasnya peraturan hukum laut internasional yang mengatur tentang batas landas kontinen tersebut baik dalam Konvensi Jenewa 1958 maupun UNCLOS 1982. Untuk lebih memudahkan dalam memahami tentang batas landas landas kontinen suatu negara tersebut berikut akan dipaparkan batas landas kontinen menurut Ketentuan Hukum Laut 1958 (Konvensi Jenewa 1958), Ketentuan Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) dan ketentuan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.

Ketentuan Batas Landas Kontinen Menurut Konvensi Hukum Laut Jenewa IV 1958

Mengenai batas landas kontinen suatu negara dapat kita ketahui dari batasan yang dipaparkan dalam Konvensi Hukum Laut 1958 yaitu di dalam Pasal 1 sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Kalau kita perhatikan Pasal 1 tersebut maka untuk menetapkan lebar landas kontinen tersebut terdapat dua kriteria untuk menetapkannya. Pertama, daerah dasar laut di luar laut teritorialnya sampai kedalaman air 200 meter; Kedua, daerah dasar laut di luar laut wilayah atau di luar kedalaman air 200 meter hingga sampai suatu batas dimana dimungkinkannya pengeksploitasian sumber-sumber kekayaan alam di landas kontinen tersebut. Dari penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa untuk menetapkan batas terluar dari landas kontinen tersebut adalah dengan menggunakan kriteria kedalaman air 200 meter dan kriteria kemampuan untuk mengeksploitasi sumber-sumber kekayaan alamnya (expleitability). Dengan adanya dua kriteria tersebut sehingga menimbulkan keragu-raguan dan ketidakpastian hukum di dalam menentukan batas terluar landas kontinen suatu negara tersebut.[5]

Ketentuan Batas Landas Kontinen Menurut Konvensi Hukum Laut 1982

Batas landas kontinen suatu negara menurut ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 dapat dilihat pada Pasal 76.

Pasal 76 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa batas landas kontinen suatu negara adalah sampai jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut territorial diukur dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Di samping itu Pasal 76 ayat 5 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa titik-titik tetap yang merupakan garis batas luar landas kontinen pada dasar laut yang ditarik sesuai dengan ayat 4 (a) (i) dan (ii) atau tidak akan boleh melebihi 100 mil laut dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500 meter, yaitu suatu garis batas yang menghubungkan kedalaman 2.500 meter.

Dalam pasal 76 ayat 6 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa batas luar landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur. Dengan demikian bahwa negara-negara mempunyai dua macam pilihan untuk menetapkan ujung luar dari tepian kontinennya, yaitu: (1) berdasarkan atas ketebalan “sedimentary rocks” di luar kaki lereng kontinen; (2) dengan menarik garis yang tidak melebihi 60 mil laut di luar lereng kaki dari lereng kontinen tersebut.

Pasal 76 ayat 7 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa negara pantai harus menetapkan batas terluar landas kontinennya dimana landas kontinen itu tidak melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana laut territorial diukur dengan cara menarik garis-garis lurus yang tidak melebihi 60 mil laut panjangnya dengan menghubungkan titik-titik tetap yang ditetapkan dengan koordinat-koordinat Lintang dan Bujur.

Dari kriteria yang ditetapkan Pasal 76 ayat 7 tersebut di atas maka terdapat dua cara untuk menetapkan batas terluar dari landas kontinen dari suatu negara yang melebihi 200 mil laut, yaitu: (1) dengan cara menggunakan pengukuran 350 mil laut dari garis pangkal; dan (2) dengan cara menggunakan penentuan jarak 100 mil laut dari kedalaman laut yang mencapai 2.500 meter.

Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan tentang penetapan batas landas kontinen menurut ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 yang dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:

  1. Apabila landas kontinen tersebut lebih dari 200 mil laut, maka batas landas kontinen tersebut ditetapkan sampai ke tepian kontinen sejauh 350 mil laut;
  2. Apabila landas kontinen tersebut tidak sampai sejauh 200 mil laut, maka batas landas kontinen tersebut ditetapkan sampai sejauh 200 mil laut;
  3. Apabila landas kontinen tersebut lebih dari 350 mil laut, maka batas landas kontinen tersebut ditetapkan sampai sejauh 350 mil laut;
  4. Apabila landas kontinen tersebut tidak sampai pada kedalaman air 2.500 meter, maka ditentukan sampai kedalaman air tersebut sedalam 2.500 meter yang kemudian dari kedalaman tersebut dijadikan patokan dasar untuk menentukan batas landas kontinen tersebut sampai sejauh 100 mil laut.[6]

Ketentuan Batas Landas Kontinen Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 mengenai landas kontinen Indonesia ada menjelaskan tentang batas landas kontinen negara Republik Indonesia. Namun ketentuan batas landas kontinen tersebut tidak menggunakan ketetapan yang pasti sampai sejauh mana landas kontinen tersebut. Hal ini tentunya didasarkan kepada fakta landas kontinen di beberapa tempat di wilayah Indonesia tidak sama. Namun ketentuan yang digambarkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tetap mengikuti kaedah-kaedah hukum laut internasional.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 disebutkan bahwa kriteria batas landas kontinen Indonesia pengukurannya dimulai dengan kedalaman air 200 meter hingga sampai kemampuan mengeksploitasi sumber daya alam di landas kontinen tersebut.[7] Pengukuran kedalaman air 200 meter ini dilakukan di luar laut territorial Indonesia yang menurut Undang-Undang No. 4/Prp/ 1960 adalah sejauh 12 mil laut.

HAK, YURISDIKSI, DAN KEWAJIBAN NEGARA PANTAI SERTA KEBEBASAN NEGARA LAIN PADA LANDAS KONTINEN MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT PBB 1982

Yurisdiksi Eksklusif Negara Pantai

Yurisdiksi eksklusif ini muncul didorong oleh keinginan dan kemampuan Negara-negara untuk mengeksplorasi dasar laut dan tanah dibawahnya serta mengeksploatasi sumber daya alamnya sebagai akibat dari kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (kelautan). Dimana yang pada awalnya Negara–negara melakukan klaim sepihak untuk membenarkan tindakannya mengeksplorasi dasar laut dan tanah dibawahnya serta mengeksplorasi sumber daya alam yang terkandung didalamnya.

Pada Pasal 77 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982 merumuskan bahwa Negara pantai melaksanakan hak berdaulat (soverign right) pada landasan kontinennya untuk tujuan mengeksplorasinya serta mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya. Selanjutnya pada Pasal 77 ayat 2 konvensi tersebut merumuskan bahwa hak-hak seperti pada ayat 1 tersebut adalah bersifat eksklusif dalam pengertian bahwa jika Negara pantai tidak mengeksplorasinya maupun mengeksploitasi sumberdaya alamnya, tidak ada seorang atau suatu Negara pun dapat melakukan aktivitasnya itu atau melakukan klaim atas landasan kontinen tersebut tanpa persetujauan dari Negara pantai.

Dalam konvensi hukum laut 1982 ,walaupun isi dan ruang lingkup landas kontinen ini sudah semakin tegas dengan batas-batasnya, namun hak atau kewenagan atau yurisdiksi Negara pantai atas landas kontinennya maupun atas sumber daya alamnya yang terkandung didalamnya tetaplah yurisdiksi eksklusif.[8] Negara lain yang hendak melakukan kegiatan serupa pada landasan kontingen haruslah mendapatkan izin terlebih dahulu atau persetujauan dari Negara pantai yang memiliki yurisdiksi eksklusif tersebut. Perlu ditegaskan bahwa Negara pantai tidak memiliki kedaulatan penuh atas landasan kontinen, melainkan hanya memiliki hak berdaulat yang sifatnya eklusif yang terbatas pada hal-hal tertentu saja.

Hak Negara Pantai

Atas dasar yurisdiksi eksklusif yang dimiliki oleh Negara pantai atas Landas Kontinen di atas, maka Negara pantai pun memiliki hak-hak atas Landas Kontinennya, diantaranya ialah:

  1. Hak eksplorasi dan eksploitasi;
  2. Hak untuk memasang kabel dan pipa saluran;

Hak memasang kabel dan pipa laut dilandas kontinen diatur dalam Pasal 79 UNCLOS 1982, yaitu:

  1. Semua Negara berhak untuk meletakkan kabel dan pipa bawah laut di atas landas kontinen sesuai dengan ketentuan pasal ini;
  2. Dengan tunduk pada haknya untuk mengambil tindakan yang patut untuk mengeksplorasi landas kontinen, mengekploitasi sumber kekayaan alamnya dan untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari pipa, Negara pantai tidak boleh menghalangi pemasangan atau pemeliharaan kabel atau pipa demikian;
  3. Penentuan arah jalannya pemasangan pipa laut demikian di atas landas kontinen harus mendapat persetujuan Negara pantai;
  4. Tidak satupun ketentuan dalam Bab ini mempengaruhi hak Negara pantai untuk menetapkan persyaratan bagi kabel atau pipa yang memasuki wilayah atau laut teritorialnya, atau mempengaruhi yurisdiksi negara pantai atas kabel dan pipa yang dipasang atau dipakai bertalian dengan eksplorasi landas kontinennya atau eksploitasi sumber kekayaan alamnya atau operasi pulau buatan, instalasi dan bangunan yang ada di bawah yurisdiksinya;
  5. Apabila memasang kabel atau pipa bawah laut, Negara-negara harus memperhatikan sebagaimana mestinya kabel atau pipa yang sudah ada. Khususnya, kemungkinan untuk perbaikan kabel dan pipa yang sudah ada tidak boleh dirugikan.

Hak memberikan wewenang melakukan pengeboran pada Landasan Kontinen;

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 81 UNCLOS 1982, yaitu bahwasanya negara pantai mempunyai hak eklusif untuk mengizinkan dan mengatur pemboran dilandas kontinen untuk segala keperluan.

Hak membangun dan mempergunakan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan;

Mengenai Hak Negara pantai atas hak yang satu ini diatur dalam Pasal 80 UNCLOS 1982 dan lebih lanjut juga dijelaskan pada Pasal 60 Konvensi tersebut, ialah bahwa mengenai pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan di zona ekonomi eksklusif berlaku secara mutatis mutandis di landas kontinen. Hak tersebut dinyatakan sebagai hak eksklusif negara pantai. Termasuk kedalam hak-hak ini, yaitu yuridiksi (kewenangan) yang berkaitan dengan perundang-undangan bea cukai dan fiskal, kesehatan, keselamatan dan imigrasi

Kewajiban Negara Pantai

Dengan adanya hak yang dimiliki oleh Negara panatai atas Landas Kontinen maka tentunya juga diiringi dengan kewajiban, kewajiban Negara pantai atas Landas Kontinennya adalah:

  • Kewajiban untuk melakukan pembayaran atau sumbangan;

Mengenai kewajiban ini diatur dalam Pasal 82 UNCLOS 1982, yaitu dapat diberlakukan ketika negara pantai mengeksploitasi sumber kekayaan alam non hayati landas kontinen di luar 200 mil laut dihitung dari garis pangkal untuk mengukur luas laut teritorial.

  • Kewajiban untuk menetapkan batas/delimitasi landas kontinen;

Kewajiban ini timbul ketika pantai dari suatu Negara berhadapan atau berdampingan dengan pantai Negara lainnya. Bagi negara-negara yang landas kontinennya berhadapan dan atau berdampingan dalam menetapkan garis batas landas kontinennya harus ditetapkan dengan persetujuan atas dasar hukum internasional sebagaimana tercantum dalam pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional untuk mencapai suatu penyelesaian yang adil. Untuk mencapai keadilan ini Konvensi memberikan pedoman persetujuan penetapan garis batas tersebut harus dilandasi oleh pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, yang secara umum diakui sebagai sumber hukum internasional.

  • Kewajiban untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut.

Pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh kegiatan di landas kontinen dapat terjadi dengan berbagai cara seperti kebocoran yang berasal dari pipa, pipa saluran dari dan ke pantai dan tabrakan antara kapal-kapal dan instalasi-instalasi pengeboran di landas kontinen akibat tidak adanya atau kurangnya tanda penerangan pada instalasi-instalasi tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, negara pantai berkewajiban mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi sejauh mungkin terjadinya pencemaran lingkungan laut sebagaimana yang telah diatur lebih lanjut pada Pasal 194 Konvensi Hukum Laut 1982.[9]

Kebebasan Negara lain pada Landas Kontinen

  • Kebebasan berlayar dan penerbangan;

Dalam melaksanakan hak-hak eksplorasi dan eksploitasi di landas kontinen negara pantai tetap menjamin hak negara lain dalam melakukan pelayaran dan penerbangan di perairan diatas landas kontinen dan udara diatasnya. Hal ini bermakna bahwasanya tanpa suatu alasan yang jelas negara pantai tidak boleh menghalang-halangi pelayaran dan penerbangan yang dilakukan oleh kapal atau pesawat asing tersebut. Oleh sebab itu maka untuk kepentingan pelayaran dan penerbangan ini negara asing berkewajiban untuk mentaati peraturan-peraturan yang dibuat oleh negara pantai.

  • Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut;

Disamping adanya hak negara lain untuk memasang kabel dan pipa di bawah laut tentu adanya suatu kewajiban, ialah dimana negara lain berkewajiban mematuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan negara pantai, seperti penentuan jalannya pipa harus mendapat persetujuan negara pantai. Dan dalam pemasangan kabel dan pipa bawah laut ini harus memperhatikan sebagaimana mestinya kabel-kabel atau pipa-pipa yang sudah ada,agar kemungkinan untuk perbaikan kabel-kabel dan pipa yang sudah ada tidak boleh dirugikan (Pasal 79 ayat 5 UNCLOS 1982).

  • Hak untuk menangkap ikan;

Dengan diterimanya konsepsi landas kontinen dalam konverensi Hukum Laut PBB III, maka kebebasan penangkapan ikan di perairan diatas landas kontinen sejauh 200 mil sudah tidak ada lagi karena perairan 200 mil ini sudah menjadi perairan zona ekonomi eksklusif, oleh karena itu pengaturannya tunduk pada rejim hukum zona ekonomi eksklusif. Negara lain dapat melakukan penangkapan ikan di perairan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara negara pantai dengan negara lain tersebut. Berbeda dengan perairan di atas landas kontinen di luar 200 mil, perairan ini merupakan perairan laut lepas oleh karena itu pengaturannya tunduk pada rejim hukum laut lepas. Sesuai dengan status perairan itu sebagai laut lepas, maka semua negara bebas untuk melakukan penangkapan ikan sesuai dengan ketentuan konvensi.

  • Kebebasan untuk melakukan riset ilmiah

Pasal 246 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa Dalam melaksanakan yurisdiksinya Negara pantai memiliki hak untuk mengatur, mengizinkan dan menyelenggarakan riset ilmiah kelautan dalam Landas Kontinen, sehingga oleh karena itu ketika Negara lain akan melakukan Riset ilmiah di Landas Kontinen maka terlebih dahulu harus meminta izin kepada Negara pantai yang bersangkutan.[10]

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian pada bab pembahasan, maka dapatlah ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

  1. Dibandingkan dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958, perumusan yang terdapat dalam pasal 76 Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dengan memberikan kepastian batas terluar landas kontinen;
  2. Konvensi Hukum Laut 1958 yaitu di dalam Pasal 1 penentuan dapat dilakukan dengan cara: Pertama, daerah dasar laut di luar laut teritorialnya sampai kedalaman air 200 meter; Kedua, daerah dasar laut di luar laut wilayah atau di luar kedalaman air 200 meter hingga sampai suatu batas dimana dimungkinkannya pengeksploitasian sumber-sumber kekayaan alam di landas kontinen tersebut.
  3. Pasal 76 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa batas landas kontinen suatu negara adalah sampai jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut territorial diukur dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Di samping itu Pasal 76 ayat 5 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa titik-titik tetap yang merupakan garis batas luar landas kontinen pada dasar laut yang ditarik sesuai dengan ayat 4 (a) (i) dan (ii) atau tidak akan boleh melebihi 100 mil laut dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500 meter, yaitu suatu garis batas yang menghubungkan kedalaman 2.500 meter.
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 mengenai landas kontinen Indonesia ada menjelaskan tentang batas landas kontinen negara Republik Indonesia, ketentuan yang digambarkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tetap mengikuti kaedah-kaedah hukum laut internasional.
  5. Pada Pasal 77 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982 merumuskan bahwa Negara pantai melaksanakan hak berdaulat (soverign right) pada landasan kontinennya untuk tujuan mengeksplorasinya serta mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya. Selanjutnya pada Pasal 77 ayat 2 konvensi tersebut merumuskan bahwa hak-hak seperti pada ayat 1 tersebut adalah bersifat eksklusif dalam pengertian bahwa jika Negara pantai tidak mengeksplorasinya maupun mengeksploitasi sumberdaya alamnya, tidak ada seorang atau suatu Negara pun dapat melakukan aktivitasnya itu atau melakukan klaim atas landasan kontinen tersebut tanpa persetujauan dari Negara pantai.
  6. Hak Negara Pantai

Atas dasar yurisdiksi eksklusif yang dimiliki oleh Negara pantai atas Landas Kontinen di atas, maka Negara pantai pun memiliki hak-hak atas Landas Kontinennya, diantaranya ialah:

  1. Hak eksplorasi dan eksploitasi;
  2. Hak untuk memasang kabel dan pipa saluran;
  3. Hak memberikan wewenang melakukan pengeboran pada Landasan Kontinen;
  4. Hak membangun dan mempergunakan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan;
  5. Kewajiban Negara pantai atas Landas Kontinennya adalah:
  6. Kewajiban untuk melakukan pembayaran atau sumbangan;
  7. Kewajiban untuk menetapkan batas/delimitasi landas kontinen;
  8. Kewajiban untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut.
  9. Kebebasan Negara lain pada Landas Kontinen adalah:
  10. Kebebasan berlayar dan penerbangan;
  11. Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut;
  12. Hak untuk menangkap ikan;
  13. Kebebasan untuk melakukan riset ilmiah.

SARAN

Adapun saran-saran yang sampaikan adalah sebagai berikut:

  1. Negara-negara diharapkan agar lebih memberikan perhatian khusus terhadap wilayah laut Landas Kontinen serta pengaturan batas-batasnya, dengan cara menghormati dan menaati ketentuan-ketentuan yang telah disepakati, baik secara multirateral maupun bilateral;
  2. Khusus untuk Negara Republik Indonesia diharapkan agar lebih cermat dan tegas lagi dalam membuat ratifikasi terhadap ketentuan-ketentuan Internasional maupun perjanjian-perjanjian dengan negara lain secara bilateral. Guna memaksimalkan upaya eksplorasi dan eksploitasi landas kontinen.

 

DAFTAR REFERENSI

BUKU

  1. Boer Mauna. Hukum Internasional: pengertian peranan dan fungsinya dalam era dinamika global. Bandung: PT Alumni. 2011
  2. Dikdik Mohamad Sodik. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. 2014
  3. I Wayan Parthiana. Landas Kontinen Dalam Hukum Laut Internasional. Bandung: Mandar Maju. 2015
  4. I Wayan Parthiana. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju. 2003
  5. Mochtar Kusumaatmajda. Hukum Laut Internasional. Bandung: Bina Cipta. 1986

 

INTERNET

  1. http://annekasaldianmardhiah.blogspot.co.id/2013/04/hukum-laut-internasional_19.html
  2. http://makkatenni.blogspot.co.id/2011/04/hukum-laut.html
  3. http://karyatulisilmiah.com/penetapan-batas-landas-kontinen/

 

[1] Mochtar Kusumaatmajda. Hukum Laut Internasional. Bandung: Bina Cipta. 1986. Hal 90-91

[2] Dikdik Mohamad Sodik. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. 2014. Hal 110-112

[3] Lihat Pasal 76 ayat (1) UNCLOS

[4] http://makkatenni.blogspot.co.id/2011/04/hukum-laut.html

[5] Boer Mauna. Hukum Internasional: pengertian peranan dan fungsinya dalam era dinamika global. Bandung: PT Alumni. 2011. Hal 345-346

[6] http://karyatulisilmiah.com/penetapan-batas-landas-kontinen/

[7] Lihat Pasal 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

[8] I Wayan Parthiana. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju. 2003. Hal 326

[9] http://annekasaldianmardhiah.blogspot.co.id/2013/04/hukum-laut-internasional_19.html

[10] I Wayan Parthiana. Landas Kontinen Dalam Hukum Laut Internasional. Bandung: Mandar Maju. 2015. Hal 56-57

 
Leave a comment

Posted by on 11 August 2016 in Tak Berkategori

 

Leave a comment